Praktek Jual Beli Kunci Jawaban Mewarnai UN 2013

Ujian Nasional 2013 menjadi Ujian Nasional yang paling “memalukan” bagi dunia pendidikan di negeri ini. Masalah mulai dari keterlambatan pengiriman soal hingga praktek jual beli kunci jawaban mewarnai Ujian Nasional tahunan ini. Hal tersebut berdasarkan laporan yang diterima dari beberapa aduan yang disampaikan masyarakat ke posko pengaduan penyelenggaraan UN 2013 yang diadakan oleh  sejumlah organisasi guru.
UN 2012-2013

Retno Listyarti selaku Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengatakan sudah menerima banyak pengaduan dari masyarakat sejak posko dibuka pada 12 April lalu. Sumber laporan berasal siswa, guru, bahkan dari orang tua siswa.

Keterlambatan lembar soal salah satu laporan yang diadukan tutur Retno. Seperti yang terjadi di Riau, Jawa Timur dan Sumatera Utara dimana terjadi keterlambatan hingga lima jam. Keterlambatan ini menyebabkan konsentasi siswa menurun karena lelah dan lama menunggu.

Aduan lain misalnya tentang kurangnya jumlah soal yang terjadidi Riau, Sumatera Utara dan Banten. Pihak sekolah berusaha mengatasinya dengan memfotokopi soal. Namun itu tak membantu karena tiap lembar soal mempunyai kode tertentu yang sama dengan kode lembar jawaban. Sementara lembar jawaban tak boleh difotokopi.

Ketika lembar soal difotokopi, Retno melanjutkan, siswa menjawab di lembar jawaban yang berbeda kodenya dengan lembar soal. Akibatnya, besar kemungkinan lembar jawaban siswa yang sudah diisi tidak terdeteksi oleh perangkat pembaca yang digunakan untuk menilai lembar jawaban tersebut. Retno khawatir siswa serta pihak panitia UN tak menyadari itu dan siswa yang bersangkutan dirugikan karena terancam tak lulus.

Hal tersebut diperparah dengan tipisnya kertaslembar jawaban. Alhasil, ketika siswa mengganti jawaban yang salah dengan cara menghapus, kertas lembar jawaban mudah sobek. Jika hal itu terjadi, maka lembar jawaban tersebut tak dapat dibaca oleh perangkat komputer yang menilai lembar jawaban siswa.

Tak ketinggalan Retno menguraikan kecurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan UN 2013, misalnya jual-beli kunci jawaban. Dia mencatat setidaknya tiga modus. Pertama, siswa membeli sendiri bocoransoaldengan harga per paket soal Rp8 juta. Untuk membelinya, para siswa patungan dengan kisaran Rp100 – Rp250 ributiap orang.

Modus kedua, kunci jawaban diberikan oleh pihak sekolah, baik sebelum atau saat UN berlangsung. Ketiga, tim sukses UN di sekolah itu membetulkan lembar jawaban siswa setelah para pengawas UN meninggalkan ruang ujian di sekolah.

Ada juga kunci jawaban yang diberikan secara gratis, misalnya di daerah yang infrastruktur dan fasilitas pendidikannya rendah. Untuk mengejar ketertinggalan dengan kualitas pendidikan di kota, pihak tertentu memberikan kunci jawaban kepada siswa di daerah. Terdapat pula pihak sekolah yang bekerjasama dengan lembaga bimbingan belajar (Bimbel) yang bertugas menjawab soal lalu hasilnya disebarkan kepada siswa. “Kunci jawaban untuk mata pelajaran yang diujikan hari ini, Bahasa Inggris, sudah beredar kunci jawabannya sejak semalam,” kata Retno dalam jumpa pers di kantor ICW Jakarta, Selasa (16/4).

Pada kesempatan yang sama, Sekjen Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Iwan Hermawan, mengatakan masalah pelaksanaan UN di Jawa Barat, terutama Bandung dan sekitarnya tak jauh berbeda seperti apa yang disebut Retno.

Misalnya, tertukar dan kekurangan lembar soal dan jawaban. Akibatnya, siswa menjawab ujian di atas lembar soal yang difotokopi. Iwan khawatir jawaban siswa tak terdeteksi perangkat komputer. Oleh karenannya, dia mendesak agar pemerintah memberi lembar jawaban yang sesuai sehingga siswa yang bersangkutan menulis kembali jawabannya di lembar yang semestinya.

Selain itu, Iwan menyebut penyelenggaraan UN masih tak selaras dengan putusan pengadilan yang memerintahkan agar pemerintah membenahi dulu sistem pendidikan. Setelah itu barulah Ujian Nasional dapat digelar. Sayangnya, pemerintah khususnya Kemendikbud dinilai tak patuh atas putusan itu dan beralasan pembenahan sudah dilakukan.

Sementara anggota Ikatan Guru Indonesia (IGI), Itje Choditjah, mengatakan UN tak layak digelar karena pemerintah belum siap. Menurutnya, pemerintah seharusnyamenunaikan kewajibannya terlebih dulu yaitu membenahi sistem pendidikan di Indonesia. Mulai dari pemerataan kualitas guru di berbagai sekolah sampai fasilitas dan infrastruktur pendidikan seperti buku serta peralatan penunjang pendidikan lainnya.

Jika pemerataan itu belum dilakukan, Itje berpendapat kecil kemungkinan siswa di daerah mampu menghadapi UN dengan baik seperti yang diharapkan. “Siswa harus mendapat standar pelayanan pendidikan nasional dulu, baru dilakukan UN,” tuturnya.

Sedangkan Koordinator Forum Orang Tua Siswa Jawa Barat, Dwi Subawanto, membenarkan apa yang dijelaskan oleh berbagai organisasi guru itu. Menurutnya, untuk menghadapi UN, banyak biaya yang dikeluarkan oleh orang tua siswa. Bahkan, di Jawa Barat, terutama Bandung, tiap siswa dipungut biaya Rp15 ribu karena kabarnya dana yang dikucurkan pemerintah tak sampai ke tingkat sub rayon. “Kerugian yang kami alami secara materil dan non materil,” ungkapnya.

Sebelumnya, anggota Ombudsman bidang Penyelesaian Laporan, Budi Santoso, berjanji akan memanggil Mendikbud terkait carut marut penyelenggaraan UN 2013 terutama penundaan UN di 11 provinsi. Pemanggilan yang rencananya akan dilakukan pada Kamis (18/4) itu bertujuan untuk mencari tahu apa penyebab penundan tersebut. “Karena kejadian seperti ini baru pertama kali terjadi dalam sejarah pelaksanaan UN di Indonesia,” kata dia dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Senin (15/4).

Terpisah, Wakil Ketua DPR Pramono Anung juga menuntut pertanggungjawaban pemerintah atas kekacauan ujian nasional ini. Ia memastikan pimpinan DPR bakal menyetujui bila ada usulan pemanggilan  Mendikbud M Nuh. “Karena dampak akibat penundaan UN di 11 Provinsi dampaknya besar, terlebih dampak psikologis orang,” ujarnya di Gedung DPR, Selasa (16/4).



Mendikbud M Nuh sendiri mengatakan dirinya yang paling bertanggungjawab terhadap keterlambatan pelaksanaan ujian nasional SMA di 11 provinsi. "Yang paling bertanggungjawab saya karena itu tugas kementerian," katanya dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa sore, usai melapor ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Saya tidak ingin melepaskan tanggung jawab itu ke pihak manapun, tapi karena ini terkait pendidikan dan ujian maka menterilah yang paling bertanggungjawab, saya akan menjelaskan duduk perkaranya meskipun ada pelaksana teknis yang harusnya ikut bertanggungjawab," katanya.

Meskipun dalam pelaksanaan ujian nasional, penyelenggaranya adalah Badan Standar Nasional Pendidikan dibantu oleh direktur jenderal lainnya di Kemendikbud, ia sebagai menteri merasa yang paling bertanggungjawab terhadap keterlambatan tersebut.


Source: hukumonline.com

Silahkan di-share dengan:

0 comments:

Post a Comment